Saya pernah malang melintang selama 13 tahun (1991-2004) bersama
Vespa Sprint 150, sampai terbawa virus modif dan cat mewah saat itu. Kemudian
pindah ke bebek Honda Supra X. Setelah 8 tahun (2004-2012) bersamanya, magnet
dari trend motor matik mulai menggoda. Lupalah pahit getirnya tersungkur karena
menginjak jalanan berlubang dan berbatu saat bersama Vespa yang rodanya
sama-sama tergolong kecil bila dibanding motor matik sekarang. Betapapun tidak
sesengsara saat bersama Vespa jadul tersebut - seperti linunya betis dan mata
kaki diserang balik oleh kick starter, bercucurnya keringat saat mendorong
beratnya dia karena kehabisan bensin atau bannya tertusuk paku, seringnya bobok
dan las kenalpot untuk membuang jelaga, mencari-cari batu besar atau balok kayu
saat ganti ban buat menyangga pantatnya, beli oli campuran 2 tax forever,
menghirup aroma bensin saat diparkir di dalam rumah, dll.
Tahun 2012, senang rasanya bisa ikut trend meninggalkan bebek
dan menggantinya dengan motor matik yang sangat mudah dioperasikan. Kaki
istirahat, tinggal tangan saja yang bekerja. Saat itu saya beli Yamaha Mio J
Family warna hitam keunguan setelah browsing di aneka blog hingga menjatuhkan
pilihan saat itu kepadanya. Namun baru beberapa bulan wara-wiri di kampung dan
kota, mulai menyadari bahwa ground clearance motor matik ini lebih rendah dari
motor bebek atau tidak jauh dari Vespa dulu. Selain itu, karakter shock absorber
Yamaha yang stiff hanya jempolan untuk ngebut di jalan rata, namun ketika
melewati jalan rusak, berlobang, atau berbatu, terasa seperti dibanting hingga
mengetarkan seisi badan. Padahal peredaran saya sehari-hari sering melewati
jalan rusak. Bersama motor matik ini pengalaman saat menginjak jalanan
berlubang dan berbatu bersama Vespa kini teralami lagi. Bedanya kalau dulu
karena fisik masih kuat dan jiwa muda, yang penting seruntulan tidak terlalu
memusingkan soal jalan, sekarang dengan fisik yang tidak sekuat dulu dan jiwa
yang tidak muda lagi mulai kurang toleran deangan jalanan rusak. Saya
merindukan kembali kenyamanan shock Supra X yang telah kujual. Akan adakah pabrikan yang mau menciptakan fitur
perpindahan shock dari yang stiff ke yang empuk atau sebaliknya sesuai
kebutuhan dengan hanya memijit tombol pada produk motornya?
Sialnya, entah karena reformasi, entah karena otda, era
milenium 2000 ini kualitas jalanan makin menurun. Jangankan di pedesaan, di
perkotaan juga begitu. Tak kalah ironisnya, jalan paling parah justru berada di
depan jembatan timbang - yang “filter”-nya tidak jalan. Mobil truk dengan selusin
ban dan muatan puluhan ton lolos dengan hening seletah “diperiksa”. Ini
indikasi bahwa sebagai pembayar pajak kendaran, kita tidak bisa melihat adanya
hubungan antara organisator penarik pajak kendaran dengan organisator
pemelihara jalan raya. Mereka tidak saling kenal. Ampun, ampun, ampun.
Kemudian, kini kendaran di jalanan makin banyak. Regulasi kemudahan pembelian
kendaran lewat kredit dan tersedianya kendaran-kendaraan baru yang murah mendorong
kondisi tersebut. Akibatnya, ketika di jalan rusak, kita kesusahan memilih
jalan yang mulus karena kendaran dari
depan dan belakang kita sering ngotot memaksa lewat, kita dipepet ke luar aspal
atau dipaksa melewati jalan berlubang.
Selama belum mencapai titik temunya antara keinginan konsumen
akan motor matik ber-ground clearance memadai dengan persepsi pabrik tentang
motor yang harus diproduksinya, selama penarik pajak kendaraan dan pemelihara
jalan tidak seatap, . . . tidak ada yang bisa kita harapkan untuk berkendaraan
dengan nyaman. Kita harus berjuang sendiri-sendiri menghadapi jalan rusak. Apa
lagi di saat kita mau pergi ke sana ke mari tidak punya pilihan selain dengan
menggunakan motor yang kita miliki.
Setahun kemudian muncul X-Ride. Dikira TTX Thailand ini tidak
akan masuk tanah air. Kalau saja bisa menunggu. Hadeuh, nasi sudah jadi bubur !
Makan saja daripada jual bubur beli lontong. Mending saya bumbui bubur ini biar
enak.
Inilah catatan perjuangan saya meng-up grade Mio J saya agar
ber-ground clearance tinggi dan bersuspensi empuk untuk melayani jalan di
Indonesia yang selalu buruk.
Sesuai dengan budget yang saya miliki, saya awali dengan
mengganti shock absorber belakang Mio J dengan shock absorber X-Ride yang
katanya lebih tinggi dan lebih empuk karena dirancang untuk dual poepose dan
dengan harapan tidak terlalu banyak yang harus disesuaikan, karena masih
keluarga matik Yamaha. Saya kira ini pas dengan kebutuhan saya tanpa harus
menukarkan motornya. Tgl 13 Peb 2014 saya memesan shock absorber belakang
X-Ride ke beres Yamaha C, beres lainya lagi di kotaku, dengan DP Rp. 100.000.
Menurut beres tersebut harganya Rp. 274.000.
Tanggal 19 Pebruari 2014 saya menerima SMS bahwa barangnya
sudah datang. Ternyata yang datang ulirnya berwarna merah. Harganya lebih mahal
yaitu Rp. 282.000. Yang Rp. 274.000 itu ulirnya putih katanya. Tidak masalah,
teruskan saja, karena memang pemesanan shock tersebut tidak detil sampai ke
masalah warna ulirnya.
Saat itu, mekanik menyatakan baru pertama kali melakukan ini.
Saya beri semangat bahwa tidak masalah. Ia lepas bagian bawah jok sampai
tangki. Kemudian melepas shock absorber belakang Mio J.
Saat disandingkan, secara kasat mata panjang shock dan ukuran
diameter ulir shock absorber belakang Mio J dan X-Ride berbeda. Shock X-Ride
lebih panjang dan diameter ulirnya lebih besar. Kami waswas jangan-jangan ada
yang harus dibobok.
Shock absorber belakang
Mio J
Shock absorber belakang X-Ride
Pada saat pemasangan, ada beberapa catatan :
1. Bos pada shock absorber X-Ride lebih
kecil daripada milik Mio J sehingga tidak masuk ke baud dudukan bagian atas.
Solusinya memasang (menukar) dumper
karet dan bos milik Mio J pada shock absorber X-Ride. Langkah yang ditempuh :
● Melepas bos dan dumper karet shock
absorber Mio J.
● Melepas bos dan dumper karet shock
absorber X-Ride .
● Membiarkan satu ring (WASHER,
PLATE) terpasang pada
baud dudukan sasis.
● Memasang shock absorber X-Ride (yang belum
berbos dan belum berdumper, agar mudah memasangnya) pada dudukan sasis dan
dudukan mesin.
Sedangkan parts no. 2 ( BOLT, FLANGE), 3 (NUT),
4 (WASHER, PLATE), dan 5 (WASHER, PLATE) masih menggunakan punya Mio J.
2. Ketika pemasangan shock X-Ride
miring, maka lobang shock bagian atas (kepala shock) tidak bisa ngepas dengan
baud dudukan bos di sasis sehingga ulir bergesekan dengan box filter udara dan
lobang plastik spatbor. Mekanik sempat menyatakan bahwa lobang plastik spatbor
yang di bawah jok perlu diperbesar dg digergaji supaya longgar. Saya ingat di
browsingan (http://cicakkreatip.com/2013/08/01/mengganti-shock-absorber-belakang-mio-j-dengan-miliknya-x-ride-ground-clearance-lebih-tinggi/)
tidak ada yang harus dikorek, lalu saya bantu meluruskan / menegakkan posisi
shock dengan mengangkat sasis sehingga lobang shock bagian atas masuk baud dan
lobang baud di mesin plek dengan lobang shock bagian bawah. Nah PNP !
3. Kemudian pemasangan parts
kecil-kecilnya, urutan yang mudah :
● Pasang dumper karet dan bos punya Mio
J pada shock absorber X-Ride yang sudah berada pada sasis.
● Pasang ring (WASHER PLATE) satu lagi,
sekalian pasang dan kencangkan mur (NUT) di sasis.
● Pasang dan kencangkan baud (BOLT,
FLANGE) yang menyatukan absorber X-Ride dengan mesin.
4. Dicoba dienjot-enjot. Hasilnya
sempurna. Ulir tidak bergesekan baik dengan box filter udara (berjarak 1-2 mm)
maupun dengan lobang spatbor.
Ongkos resmi ganti shock ini Rp. 15.000. Karena mekaniknya
mau diajak eksperimen, dan saya puas, kebetulan uangnya ada, saya tambah dia
Rp. 10.000 saat mau pulang.
Hasilnya :
● Posisi box CVT menjadi miring, karena
terdorong ke bawah oleh shock absorber X-Ride yang lebih tinggi.
● Tempat duduk makin tinggi, sehingga
pengendara yang bertubuh kurang tinggi harus menjinjit sasat berhenti.
● Ground clearance bertambah tinggi, yang
semula 130 mm bertambah sekitar 22 mm menjadi
± 152 mm.
● Saat distandar tengah, ban belakang
jadi dekat dengan tanah (± 0,5 cm lagi).
● Saat ditandar samping motor jadi sangat
miring ke kiri (bisa jatuh).
● Motor jadi agak nungging, sehingga saat
dikendarai badan agak bungkuk.
● Saat dikendarai suspensi terasa jadi empuk
dan agak memantul-mantul. Mungkin begitu sensasi shock dual purpose, aneh
rasanya. Setelah dibiasakan, ya terbiasa.