BAB I
PERMASALAHAN (KASUS)
Menurut PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, yang termasuk dalam lingkup standar nasional pendidikan adalah :
1. Standar Isi
2. Standar Proses
3. Standar Kompetensi Lulusan
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
5. Stanmdar Sarana dan Prasarana
6. Standar Pengelolaan
7. Standar Pembiayaan
8. Standar Penilaian Pendidikan
Dari kedelapan standar tersebut Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan merupakan yang paling awal ditetapkan melalui Permen Diknas No. 22, 23dan 24 Tahun 2006. Yang lainnya belum sepenuhnya tuntas. Betapapun Permen yang bekaitan dengan StandarPenilaian Pendidikan belum keluar, karena proses belajar mengajar dan penilaian hasil belajarnya di sekolah harus tetap berjalan, maka pelaksanaannya mengacu kepada peraturan yang ada. Peraturan yang dimaksud antara lain :
1. Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Seni.
2. PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, terutama pasal 64 – 72.
3. Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Permen Diknas No.23 Tahun 2006 Tentang Stamdar Kompetensi Lulusan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. Permen Diknas No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksnaan Permen No. 22dan 23 Tahun 2006.
6. Panduan Penyusunan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik (Berdasarkan KTSP) Sekolah Menengah Atas (SMA), Depdiknas, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA, Jakarta, 2006.
7. Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006 / 2007, BSNP, 2006.
8. Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Sekolah / Madrasah Tahun Pelajaran 2006 / 2007, BSNP, 2007.
9. Permen Diknas No.2 Tahun 2007 Tentang Ujian Sekolah / Madrasah Tahun Pelajaran 2006 / 2007.
10. Petunjuk Teknis Ujian Nasional dan Ujian Sekolah SMA / SMK dan MA Provinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2006 / 2007, Pemprov Jabar, Disdik Jabar, 2007.
11. Materi Sosialisasi, Penataran dan Workshop KTSP.
Peraturan-peraturan tersebut secara umum berkaitan dengan KTSP dan sebagian kecil berkaitan dengan penilaian dalam mata pelajaran Seni Budaya. Berikut adalah informasi yang dapat diperoleh dari peraturan-peraturan tersebut dan secara langsung mengatur sistem penilaian dalam mata pelajaran tersebut :
1. KBK merupakan uji coba sebelum KTSP, sehingga hal-hal yang belum diganti oleh KTSP masih bisa dipergunakan sepanjang tidak bertentangan. Dari Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Seni, kita masih bisa mengambil manfaat mengenai jenis tagihan, bentuk instrumen dan penskorannya.
2. Dari PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, terutama pasal 64 – 72, kita memperoleh informasi bahwa :
a. Penilai mata pelajaran Seni Budaya:
1) Pendidik, dalam penilaian hasil belajar selama KBM.
2) Satuan Pendidikan, dalam rangka penilaian akhir / kelulusan.
b. Ranah yang dinilai oleh pendidik :
1) Afeksi
2) Ekspresi Psikomotorik
c. Metoda yang digunakan dalam penilaian oleh pendidik : Pengamatan
d. BSNP akan menerbitkan panduan penilaian yang dilakukan oleh pendidik.
e. Hasil belajar mata pelajaran Seni Budaya yang dilakukan oleh satuan pendidikan akan diatur lagi dengan Permen berdasarkan usulan dari BSNP.
3. Dari Permen Diknas No.23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, kita memperoleh penjelasan mengenai latar belakang, tujuan, ruang lingkup, serta Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar semua mata pelajaran. Terkait dengan masalah penilaian dalam mata pelajaran Seni Budaya, perlu dikemukan tujuan, Standar Kompetensi dan Kompetansi Dasar dari mata pelajaran tersebut.
a. Tujuan :
1) Memahami konsep dan pentingnya seni budaya.
2) Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya.
3) Menampilkan kreativitas melalui seni budaya.
4) Menampilkan peran serta dalam seni budaya dalam mtingkat local, nasional, regional maupun global.
b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar :
Secara garis besarnya, Standar Kompetensi mata pelajaran Seni budaya berorientasi kepada dua aspek aktivitas seni, yaitu Apresiasi dan Ekspresi (Kreasi). Dari Kompetensi Dasar, yang perlu dikemukakan adalah yang berasal dari Standar Kompetensi aspek Apresiasi. Dalam aspek tersebut terdapat Kompetensi Dasar yang dimulai dengan kata kerja berikut :
1) Mengidentifikasi (- keunikan gagasan, teknik dan bahan dalam karya …, -fungsi dan latar belakang musik …, - jenis, peran dan perkembangan tari …, - keunikan gerak, kostum, iringan tari …, - makna dan peranan musik …, - keunikan tari …, - makna, symbol / filosofi serta peran teater ….).
2) Mengungkapkan pengalaman (- musikal dari hasil pengamatan terhadap pertunjukkan …, - makna, symbol / filosofi serta peran teater ….)
3) Mendeskripsikan (- perkembangan teater …, - unsur estetis tari …. ).
4) Menunjukkan (- nilai-nilai musikal dari hasil pengamatan terhadap pertunjukkan …, - kualitas estetis teater…, - pesan moral (kearifan local) teater …).
5) Menjelaskan ( - keunikan gagasan dan teknik dalam karya …, - perkembangan seni rupa ….).
6) Membandingkan ( - seni rupa tradisional dengan …, - corak seni rupa tradisional dengan ….).
Tujuan dan kata kerja (operasional) yang ada dalam Kompetensi Dasar tersebut menginformasikan ranah-ranah kompetensi yang dinilai sekaligus menginformasikan bentuk instrumen penilaian untuk menggali atau mengujinya.
4. Dari Panduan Penyusunan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik (Berdasarkan KTSP) Sekolah Menengah Atas (SMA), Depdiknas, Dirjen Manajemen PendidikanDasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA, Jakarta, 2006, kita bisa mencatat bahwa dalam nilai hasil belajar diformat dalam tiga kolom, yaitu :
a. Pengetahuan
Aspek ini dinyatakan dengan angka 0 – 100, khusus untuk mata pelajaran Seni Budaya aspek ini dianggap sebagai aspek pendukung yang penilaiannnya terintegrasi dan terpadu di dalam aspek praktik. Dengan kata lain kolom ini tidak diisi.
b. Praktik
Seperti aspek pengetahuan, aspek ini pun dinyatakan dengan angka 0 – 100, yang untuk mata pelajaran Seni budaya aspek ini dianggap ranah paling domoinan dan oleh sebab itu kolom aspek ini diisi.
c. Sikap / afektif
Aspek ini dinyatakan dengan huruf ; A (Amat Baik), B (Baik), C (Cukup) dan D (Kurang) yang ditujukan untuk menilai kepekaan rasa, toleransi, menghargai karya seni dan daya kreativitas.
5. Dari Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006 / 2007, BSNP, 2006, karena mata pelajaran Seni Budaya bukan mata pelajaran yang di-UN-kan, kita hanya mendapat informasi dari lampiran Penjelasan Kriteria Lulus dari Satuan Pendidikan, bahwa yang dinilai dalam penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika ( Seni Budaya di dalamnya) adalah :
a. Afeksi
b. Ekspresi psikomotorik
Metoda penilaian dengan pengamatan, dan indikator dari yang dinilai (Afeksi dan Ekspresi Psikomotorik) adalah:
a. Apresiasi seni
b. Kreasi seni
c. Kriteria lain yang dikembangkan satuan pendidikan.
6. Dari Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Sekolah / Madrasah Tahun Pelajaran 2006 / 2007, BSNP, 2007 dan Permen Diknas No.2 Tahun 2007 Tentang Ujian Sekolah / Madrasah Tahun Pelajaran 2006 / 2007, kita memperoleh informasi bentuk ujian sekolah yang terbagi menjadi praktik dan tertulis. Tidak ada mata pelajaran Seni Budaya dalam kedua peraturan tersebut, kecuali seolah mengingatkan bahwa penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika (Seni Budaya di dalamnya) termasuk mata pelajaran yang dinilai oleh pendidik dan satuan pendidikan.
7. Dari Petunjuk Teknis Ujian Nasional dan Ujian Sekolah SMA / SMK dan MA Provinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2006 / 2007, Pemprov Jabar, Disdik Jabar, 2007, kiat memperoleh informasi bahwa bentuk ujian sekolah / madrasah adalah praktik dan tertulis. Mata pelajaran Kesenian (mungkin maksudnya Seni Budaya-pen.) diujikan dengan praktik, dan harus dilaksanakan sebelum ujian tertulis (mata pelajaran lain).
8. Dari materi sosialisasi, penataran dan workshop KTSP, diperoleh cara penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) aneka mata pelalajaran termasuk Seni Budaya.
Dengan mengamati gambaran penilaian yang diuraikan dalam peraturan dan materi penataran yang bisa dijadikan acuan tersebut, munculah masalah : Cocokkah penilaian dalam mata pelajaran Seni Budaya di SMA dengan mendominankan aspek psikomotorik, sedikit afektif dan mengesampingkan aspek kognitif ?
BAB II
KONSEP TEORITIS
A. HUBUNGAN ANTARA TUJUAN DENGAN PENILAIAN
” Dalam setiap mempersiapkan suatu tindakan evaluasi, pertama-tama yang harus dilakukan adalah merumuskan tujuan evaluasiyang hendak dicapai dalam tindakan evaluasi tersebut.” (Drs. Wayan Nurkancana, Drs. P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1986, hal. 19.).
Dalam KTSP, penilaian antara lain bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik. Kompetensi dirumuskan dalam Standar Kompetensi, kemudian dijabarkan dalam Kompetensi Dasar dan dijabarkan lagi dalam Indikator sehingga makin sempit, fokus dan spesifik, namun tetap konsisten dengan yang dijabarkannya. Kespesifikannya menjadikan indikator dapat diukur, karena memberikan informasi bagaimana cara penilaiannya. Jika sebuah indikator menggunakan kata kerja operasional menari, maka penilaiannya ada dalam ranah psikomotor, berupa tindakan yang diobservasi. Jika menggunakan kata kerja menyebutkan , maka penilaiannya ada dalam ranah kognitif, berupa tes verbal, dan seterusnya.
B. HETEROGENITAS SISWA SMA
Siswa yang sekolah di sekolah umum, bukan sekolah kejuruan adalah populasi yang heterogen terutama jika ditinjau dari segi kompetensi seninya. Mereka bukan kumpulan anak berbakat seperti di SMK kesenian atau SMKI dan SMSR dahulu. Sehingga yang berbakat mungkin hanya beberapa gelintir saja. Daya cipta dan keterampilan berkreasinya akan lebih banyak yang kurang sampai sedang-sedang saja daripada yang tinggi. Dan ketika mata pelajaran Seni Budaya lebih menekankan praktek (kreasi) yang banyak menuntut keterampilan dan daya cipta tinggi daripada pembahasan (teori), maka akan banyak dikeluhkan siswa. Dengan kata lain pembelajaran dan penilaian mata pelajaran Seni Budaya di SMA harus berpijak pada ketiga ranah mental yang seimbang (proporsional), baik kognitif, psikomotor maupun apektif.
KONSEP TEORITIS
A. HUBUNGAN ANTARA TUJUAN DENGAN PENILAIAN
” Dalam setiap mempersiapkan suatu tindakan evaluasi, pertama-tama yang harus dilakukan adalah merumuskan tujuan evaluasiyang hendak dicapai dalam tindakan evaluasi tersebut.” (Drs. Wayan Nurkancana, Drs. P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1986, hal. 19.).
Dalam KTSP, penilaian antara lain bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik. Kompetensi dirumuskan dalam Standar Kompetensi, kemudian dijabarkan dalam Kompetensi Dasar dan dijabarkan lagi dalam Indikator sehingga makin sempit, fokus dan spesifik, namun tetap konsisten dengan yang dijabarkannya. Kespesifikannya menjadikan indikator dapat diukur, karena memberikan informasi bagaimana cara penilaiannya. Jika sebuah indikator menggunakan kata kerja operasional menari, maka penilaiannya ada dalam ranah psikomotor, berupa tindakan yang diobservasi. Jika menggunakan kata kerja menyebutkan , maka penilaiannya ada dalam ranah kognitif, berupa tes verbal, dan seterusnya.
B. HETEROGENITAS SISWA SMA
Siswa yang sekolah di sekolah umum, bukan sekolah kejuruan adalah populasi yang heterogen terutama jika ditinjau dari segi kompetensi seninya. Mereka bukan kumpulan anak berbakat seperti di SMK kesenian atau SMKI dan SMSR dahulu. Sehingga yang berbakat mungkin hanya beberapa gelintir saja. Daya cipta dan keterampilan berkreasinya akan lebih banyak yang kurang sampai sedang-sedang saja daripada yang tinggi. Dan ketika mata pelajaran Seni Budaya lebih menekankan praktek (kreasi) yang banyak menuntut keterampilan dan daya cipta tinggi daripada pembahasan (teori), maka akan banyak dikeluhkan siswa. Dengan kata lain pembelajaran dan penilaian mata pelajaran Seni Budaya di SMA harus berpijak pada ketiga ranah mental yang seimbang (proporsional), baik kognitif, psikomotor maupun apektif.
BAB III
PEMBAHASAN
A. VALIDITAS PENILAIAN BERDASARKAN TUJUANNYA
Seperti dikemukakan pada bagian I, tujuan mata pelajaran Seni Budaya menurut Standar Kompetensi Lulusan adalah :
1. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya.
2. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya.
3. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya.
4. Menampilkan peran serta dalam seni budaya dalam mtingkat local, nasional, regional maupun global.
Tujuan ini seharusnya menjadi dasar dalam perumusan ruang lingkup materi dan penilaian ranah hasil belajar sekaligus penentu bentuk instrumennya. Hasil belajar siswa ada 3 ranah yaitu : kognitif, psikomotor dan afektif. Untuk tujuan 2 dan 3 tidak ada masalah karena mata pelajaran seni budaya mengakomodir tujuan 2 dengan nilai afektif dan tujuan 3 dengan nilai praktik. Untuk tujuan 4 harus dilengkapi dengan nilai kognitif. Dan sangat keterlaluan jika tujuan 1 dengan kata memahami tidak diakomodir dengan nilai kognitif. Bukankah memahami adalah tingkat kedua setelah tingkat ingatan, dan sebelum tingkat aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi yang ada dalam ranah kognitif ? Bagaimana seseorang dianggap memahami konsep seni budaya hanya dengan diamati keterampilan dan sikapnya ?
B. VALIDITAS PENILAIAN BERDASARKAN KOMPETENSI DASAR
Untuk kedua kalinya bagaimana bisa dikatakan valid jika Kompetensi Dasar dari Standar Kompetensi beraspek Apresiasi yang berindikasi pada ranah Kognitif justru tidak digali dengan penilaian untuk ranah tersebut. Contoh paling ekstrim pada Kompetensi Dasar yang dimulai dengan kata mendeskripsikan, menjelaskan dan mengidentifikasi. Apakah masuk akal jika seorang siswa yang bergerak-gerik teatrikal atau tampil dalam teater dianggap telah mendeskripsikan perkembangan teater daerah ? Bukankah mendeskripsikan lebih baik dilakukan dengan berbicara (diskusi) atau tulisan (ulangan) Kognitif ? Adanya “solusi” dalam Panduan Penyusunan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik (Berdasarkan KTSP) Sekolah Menengah Atas (SMA), Depdiknas, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA, Jakarta, 2006, bahwa penilaian aspek pengetahuan disatukan dengan nilai aspek praktik, sesungguhnya menggelikan sebab pada format laporan tersebut tersedia kolom untuk nilai aspek pengetahuan. Untuk apa kolom tersebut?
C. PP NO. 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN, TERUTAMA PASAL 64 – 72 YANG MENGATUR RANAH YANG DINILAI DAN METODA PENILAIAN DALAM MATA PELAJARAN SENI BUDAYA.
Adanya pasal 64 ayat (5) yang mengatur hanya ranah afektif dan (ekspresi) psikomotorik dalam penilaian kelompok mata pelajaran estetika (termasuk Seni Budaya) dan membatasinya dengan pengamatan untuk metoda penilaiannya, berlawanan dengan keilmiahan pedagogik, tak mendorong guru untuk bereksplorasi, bereksperimen dengan metoda yang variatif, dan tak fair untuk mengatur warga negara (siswa) yang heterogen. Ranah psikologi belajar dan metoda penilaian yang merupakan kajian ilmu dan arena kreativitas guru tak sepantasnya diatur oleh suatu peraturan yang kaku, lebih-lebih sekaliber PP. Peraturan demikian akan menyulitkan prinsip perubahan kurikulum dalam menjawab tantangan zaman.
D. PROPORSIONALITAS RANAH PENILAIAN
Dalam berbagai sosialisasi KTSP, khususnya menyangkut penilaian, KBK dan KTSP muncul sebagai pemberontak terhadap tradisi kurikulum sebelumnya yang menilai hasil belajar dari ranah kognitif semata. KTSP mengklaim sebagai kurikulum yang mengharuskan penilaian hasil belajar secara proporsional, yaitu mata pelajaran yang berkarakteristik kognitif, psikomotor dan afektif harus dinilai dari ketiga ranah tersebut. Penilaian dalam mata pelajaran Seni Budaya yang mendominasikan ranah psikomotor dan sedikit afektif, telah loncat terlalu jauh sehingga tak proporsional. Kegilaan menjunjung tinggi praktik tampak dalam penilaian akhir yang bukan saja telah melupakan aspek kognitif tapi juga sekaligus menyingkirkan aspek afektif.
E. KARAKTERISTIK SIWA SEKOLAH UMUM (SMA)
Dari segi potensi atau bakat seni, siswa SMA betapapun dijuruskan pada jurusan IPA, IPS dan Bahasa, namun penjurusannya tidak pernah berdasarkan prestasinya dalam mata pelajaran Seni Budaya. Lebih dari itu, SMA adalah sekolah umum bukan sekolah khusus untuk yang berbakat seni. Jadi penilaian yang menuntut Kompetensi Psikomotor semata hanya cocok untuk kursus dan sekolah kejuruan pengembang bakat seni seperti SMKI dan SMSR. Memaksakannya di SMA sangat berlawanan dengan ilmu pendidikan dan sangat potensial memfrustasikan siswa yang tak berbakat seni, yang justru merupakan mayoritas. Karena itu dalam kaitannya dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM), sebagai refleksi dari Penilaian Acuan Kriteria (PAK) yang dianut KTSP, maka KKM untuk mata pelajaran Seni Budaya tak akan pernah tinggi, lebih-lebih mencapai ideal (100).
F. GURU SENI BUDAYA
Bukan rahasia kalau di banyak sekolah di Indonesia, banyak guru yang mengajar Seni Budaya tidak berlatar belakang pendidikan seni. Hal ini dikarenakan secara alamiah orang yang berbakat seni itu tak banyak dan yang melanjutkan ke pendidikan seni lebih sedikit lagi sehingga di sekolah-sekolah mata pelajaran Seni Budaya banyak diberikan oleh guru yang bukan faknya. Jika ini yang terjadi guru tersebut akan sangat kesulitan untuk membimbing, memberi contoh dalam praktik mata pelajaran tersebut. Akan terjadi pengajaran praktik Seni Budaya dari yang tidak tahu (guru bukan faknya) kepada orang yang tak bisa (siswa yang tak berbakat seni).
G. SARANA DAN PRASARANA UNTUK MATA PELAJARAN SENI BUDAYA
Mata pelajaran yang sering praktik seperti Seni Budaya, menuntut pengadaan alat dan bahan praktik, bahkan sampai menuntut tempat praktik. Pembelajarannya akan sangat optimal jika didukung oleh media (alat dan bahan) yang variatif sesuai tuntutan kurikulum dan didukung dengan tersedianya tempat praktik seperti studio. Tanpa pemenuhan sarana dan prasarana seperti itu, mata pelajaran Seni Budaya dalam praktiknya akan mengganggu kelas lain. Padahal sekolah yang mampu memenuhi keperluan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam praktik mata pelajaran Seni Budaya tidak banyak, karena sering harus memprioritaskan untuk kebutuhan lain.
PEMBAHASAN
A. VALIDITAS PENILAIAN BERDASARKAN TUJUANNYA
Seperti dikemukakan pada bagian I, tujuan mata pelajaran Seni Budaya menurut Standar Kompetensi Lulusan adalah :
1. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya.
2. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya.
3. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya.
4. Menampilkan peran serta dalam seni budaya dalam mtingkat local, nasional, regional maupun global.
Tujuan ini seharusnya menjadi dasar dalam perumusan ruang lingkup materi dan penilaian ranah hasil belajar sekaligus penentu bentuk instrumennya. Hasil belajar siswa ada 3 ranah yaitu : kognitif, psikomotor dan afektif. Untuk tujuan 2 dan 3 tidak ada masalah karena mata pelajaran seni budaya mengakomodir tujuan 2 dengan nilai afektif dan tujuan 3 dengan nilai praktik. Untuk tujuan 4 harus dilengkapi dengan nilai kognitif. Dan sangat keterlaluan jika tujuan 1 dengan kata memahami tidak diakomodir dengan nilai kognitif. Bukankah memahami adalah tingkat kedua setelah tingkat ingatan, dan sebelum tingkat aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi yang ada dalam ranah kognitif ? Bagaimana seseorang dianggap memahami konsep seni budaya hanya dengan diamati keterampilan dan sikapnya ?
B. VALIDITAS PENILAIAN BERDASARKAN KOMPETENSI DASAR
Untuk kedua kalinya bagaimana bisa dikatakan valid jika Kompetensi Dasar dari Standar Kompetensi beraspek Apresiasi yang berindikasi pada ranah Kognitif justru tidak digali dengan penilaian untuk ranah tersebut. Contoh paling ekstrim pada Kompetensi Dasar yang dimulai dengan kata mendeskripsikan, menjelaskan dan mengidentifikasi. Apakah masuk akal jika seorang siswa yang bergerak-gerik teatrikal atau tampil dalam teater dianggap telah mendeskripsikan perkembangan teater daerah ? Bukankah mendeskripsikan lebih baik dilakukan dengan berbicara (diskusi) atau tulisan (ulangan) Kognitif ? Adanya “solusi” dalam Panduan Penyusunan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik (Berdasarkan KTSP) Sekolah Menengah Atas (SMA), Depdiknas, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA, Jakarta, 2006, bahwa penilaian aspek pengetahuan disatukan dengan nilai aspek praktik, sesungguhnya menggelikan sebab pada format laporan tersebut tersedia kolom untuk nilai aspek pengetahuan. Untuk apa kolom tersebut?
C. PP NO. 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN, TERUTAMA PASAL 64 – 72 YANG MENGATUR RANAH YANG DINILAI DAN METODA PENILAIAN DALAM MATA PELAJARAN SENI BUDAYA.
Adanya pasal 64 ayat (5) yang mengatur hanya ranah afektif dan (ekspresi) psikomotorik dalam penilaian kelompok mata pelajaran estetika (termasuk Seni Budaya) dan membatasinya dengan pengamatan untuk metoda penilaiannya, berlawanan dengan keilmiahan pedagogik, tak mendorong guru untuk bereksplorasi, bereksperimen dengan metoda yang variatif, dan tak fair untuk mengatur warga negara (siswa) yang heterogen. Ranah psikologi belajar dan metoda penilaian yang merupakan kajian ilmu dan arena kreativitas guru tak sepantasnya diatur oleh suatu peraturan yang kaku, lebih-lebih sekaliber PP. Peraturan demikian akan menyulitkan prinsip perubahan kurikulum dalam menjawab tantangan zaman.
D. PROPORSIONALITAS RANAH PENILAIAN
Dalam berbagai sosialisasi KTSP, khususnya menyangkut penilaian, KBK dan KTSP muncul sebagai pemberontak terhadap tradisi kurikulum sebelumnya yang menilai hasil belajar dari ranah kognitif semata. KTSP mengklaim sebagai kurikulum yang mengharuskan penilaian hasil belajar secara proporsional, yaitu mata pelajaran yang berkarakteristik kognitif, psikomotor dan afektif harus dinilai dari ketiga ranah tersebut. Penilaian dalam mata pelajaran Seni Budaya yang mendominasikan ranah psikomotor dan sedikit afektif, telah loncat terlalu jauh sehingga tak proporsional. Kegilaan menjunjung tinggi praktik tampak dalam penilaian akhir yang bukan saja telah melupakan aspek kognitif tapi juga sekaligus menyingkirkan aspek afektif.
E. KARAKTERISTIK SIWA SEKOLAH UMUM (SMA)
Dari segi potensi atau bakat seni, siswa SMA betapapun dijuruskan pada jurusan IPA, IPS dan Bahasa, namun penjurusannya tidak pernah berdasarkan prestasinya dalam mata pelajaran Seni Budaya. Lebih dari itu, SMA adalah sekolah umum bukan sekolah khusus untuk yang berbakat seni. Jadi penilaian yang menuntut Kompetensi Psikomotor semata hanya cocok untuk kursus dan sekolah kejuruan pengembang bakat seni seperti SMKI dan SMSR. Memaksakannya di SMA sangat berlawanan dengan ilmu pendidikan dan sangat potensial memfrustasikan siswa yang tak berbakat seni, yang justru merupakan mayoritas. Karena itu dalam kaitannya dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM), sebagai refleksi dari Penilaian Acuan Kriteria (PAK) yang dianut KTSP, maka KKM untuk mata pelajaran Seni Budaya tak akan pernah tinggi, lebih-lebih mencapai ideal (100).
F. GURU SENI BUDAYA
Bukan rahasia kalau di banyak sekolah di Indonesia, banyak guru yang mengajar Seni Budaya tidak berlatar belakang pendidikan seni. Hal ini dikarenakan secara alamiah orang yang berbakat seni itu tak banyak dan yang melanjutkan ke pendidikan seni lebih sedikit lagi sehingga di sekolah-sekolah mata pelajaran Seni Budaya banyak diberikan oleh guru yang bukan faknya. Jika ini yang terjadi guru tersebut akan sangat kesulitan untuk membimbing, memberi contoh dalam praktik mata pelajaran tersebut. Akan terjadi pengajaran praktik Seni Budaya dari yang tidak tahu (guru bukan faknya) kepada orang yang tak bisa (siswa yang tak berbakat seni).
G. SARANA DAN PRASARANA UNTUK MATA PELAJARAN SENI BUDAYA
Mata pelajaran yang sering praktik seperti Seni Budaya, menuntut pengadaan alat dan bahan praktik, bahkan sampai menuntut tempat praktik. Pembelajarannya akan sangat optimal jika didukung oleh media (alat dan bahan) yang variatif sesuai tuntutan kurikulum dan didukung dengan tersedianya tempat praktik seperti studio. Tanpa pemenuhan sarana dan prasarana seperti itu, mata pelajaran Seni Budaya dalam praktiknya akan mengganggu kelas lain. Padahal sekolah yang mampu memenuhi keperluan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam praktik mata pelajaran Seni Budaya tidak banyak, karena sering harus memprioritaskan untuk kebutuhan lain.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Perlu kebijakan yang lebih konsisten antara tujuan mata pelajaran Seni Budaya beserta Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Permen No.23 tahun 2006 tentang Stanmdar Kompetensi Lulusan dengan standar penilaian dalam PP No.19 tahun 2005 beserta turunannya.
2. KTSP perlu meluruskan proporsionalitas antara karakteristik mata pelajaran dengan ranah hasil belajar yang jadi objek penilaiannya, khususnya untuk mata pelajaran Seni Budaya.
3. Perlunya peraturan (panduan) penilaian dalam mata pelajaran Seni Budaya yang demokratis, yaitu yang mengayomi dan diterima mayoritas siswa SMA yang heterogen.
4. Perlunya pengaturan yang mampu meningkatkan kreatifitas guru dalam menulis dan mendorong minat baca siswa. Sebab banyaknya praktik dan meniadakan bahasan (teori) yang beraspek Kognitif, secara pragmatis telah membuat guru memandang tidak perlu membuat buku, dan siswa tak usah membaca karena tidak ada ulangan atau tes tertulis/lisan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Wayan Nurkancana, Drs. P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1986.
Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Seni.
Materi Sosialisasi, Penataran dan Workshop KTSP.
Panduan Penyusunan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik (Berdasarkan KTSP) Sekolah Menengah Atas (SMA), Depdiknas, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA, Jakarta, 2006.
Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permen Diknas No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksnaan Permen No. 22dan 23 Tahun 2006.
Permen Diknas No.2 Tahun 2007 Tentang Ujian Sekolah / Madrasah Tahun Pelajaran 2006 / 2007.
Permen Diknas No.23 Tahun 2006 Tentang Stamdar Kompetensi Lulusan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Petunjuk Teknis Ujian Nasional dan Ujian Sekolah SMA / SMK dan MA Provinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2006 / 2007, Pemprov Jabar, Disdik Jabar, 2007.
PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006 / 2007, BSNP, 2006.
Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Sekolah / Madrasah Tahun Pelajaran 2006 / 2007, BSNP, 2007.
Oleh : Ise Suryadi, Kerabat 83
KESIMPULAN
1. Perlu kebijakan yang lebih konsisten antara tujuan mata pelajaran Seni Budaya beserta Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Permen No.23 tahun 2006 tentang Stanmdar Kompetensi Lulusan dengan standar penilaian dalam PP No.19 tahun 2005 beserta turunannya.
2. KTSP perlu meluruskan proporsionalitas antara karakteristik mata pelajaran dengan ranah hasil belajar yang jadi objek penilaiannya, khususnya untuk mata pelajaran Seni Budaya.
3. Perlunya peraturan (panduan) penilaian dalam mata pelajaran Seni Budaya yang demokratis, yaitu yang mengayomi dan diterima mayoritas siswa SMA yang heterogen.
4. Perlunya pengaturan yang mampu meningkatkan kreatifitas guru dalam menulis dan mendorong minat baca siswa. Sebab banyaknya praktik dan meniadakan bahasan (teori) yang beraspek Kognitif, secara pragmatis telah membuat guru memandang tidak perlu membuat buku, dan siswa tak usah membaca karena tidak ada ulangan atau tes tertulis/lisan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Wayan Nurkancana, Drs. P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1986.
Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Seni.
Materi Sosialisasi, Penataran dan Workshop KTSP.
Panduan Penyusunan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik (Berdasarkan KTSP) Sekolah Menengah Atas (SMA), Depdiknas, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA, Jakarta, 2006.
Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permen Diknas No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksnaan Permen No. 22dan 23 Tahun 2006.
Permen Diknas No.2 Tahun 2007 Tentang Ujian Sekolah / Madrasah Tahun Pelajaran 2006 / 2007.
Permen Diknas No.23 Tahun 2006 Tentang Stamdar Kompetensi Lulusan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Petunjuk Teknis Ujian Nasional dan Ujian Sekolah SMA / SMK dan MA Provinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2006 / 2007, Pemprov Jabar, Disdik Jabar, 2007.
PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006 / 2007, BSNP, 2006.
Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Sekolah / Madrasah Tahun Pelajaran 2006 / 2007, BSNP, 2007.
Oleh : Ise Suryadi, Kerabat 83