Sabtu, 28 Juni 2014

MIO J : MENGGANTI SHOCK ABSORBER BELAKANG MIO J DENGAN SHOCK ABSORBER BELAKANG X-RIDE

Saya pernah malang melintang selama 13 tahun (1991-2004) bersama Vespa Sprint 150, sampai terbawa virus modif dan cat mewah saat itu. Kemudian pindah ke bebek Honda Supra X. Setelah 8 tahun (2004-2012) bersamanya, magnet dari trend motor matik mulai menggoda. Lupalah pahit getirnya tersungkur karena menginjak jalanan berlubang dan berbatu saat bersama Vespa yang rodanya sama-sama tergolong kecil bila dibanding motor matik sekarang. Betapapun tidak sesengsara saat bersama Vespa jadul tersebut - seperti linunya betis dan mata kaki diserang balik oleh kick starter, bercucurnya keringat saat mendorong beratnya dia karena kehabisan bensin atau bannya tertusuk paku, seringnya bobok dan las kenalpot untuk membuang jelaga, mencari-cari batu besar atau balok kayu saat ganti ban buat menyangga pantatnya, beli oli campuran 2 tax forever, menghirup aroma bensin saat diparkir di dalam rumah, dll.

Tahun 2012, senang rasanya bisa ikut trend meninggalkan bebek dan menggantinya dengan motor matik yang sangat mudah dioperasikan. Kaki istirahat, tinggal tangan saja yang bekerja. Saat itu saya beli Yamaha Mio J Family warna hitam keunguan setelah browsing di aneka blog hingga menjatuhkan pilihan saat itu kepadanya. Namun baru beberapa bulan wara-wiri di kampung dan kota, mulai menyadari bahwa ground clearance motor matik ini lebih rendah dari motor bebek atau tidak jauh dari Vespa dulu. Selain itu, karakter shock absorber Yamaha yang stiff hanya jempolan untuk ngebut di jalan rata, namun ketika melewati jalan rusak, berlobang, atau berbatu, terasa seperti dibanting hingga mengetarkan seisi badan. Padahal peredaran saya sehari-hari sering melewati jalan rusak. Bersama motor matik ini pengalaman saat menginjak jalanan berlubang dan berbatu bersama Vespa kini teralami lagi. Bedanya kalau dulu karena fisik masih kuat dan jiwa muda, yang penting seruntulan tidak terlalu memusingkan soal jalan, sekarang dengan fisik yang tidak sekuat dulu dan jiwa yang tidak muda lagi mulai kurang toleran deangan jalanan rusak. Saya merindukan kembali kenyamanan shock Supra X yang telah kujual. Akan adakah  pabrikan yang mau menciptakan fitur perpindahan shock dari yang stiff ke yang empuk atau sebaliknya sesuai kebutuhan dengan hanya memijit tombol pada produk motornya?

Sialnya, entah karena reformasi, entah karena otda, era milenium 2000 ini kualitas jalanan makin menurun. Jangankan di pedesaan, di perkotaan juga begitu. Tak kalah ironisnya, jalan paling parah justru berada di depan jembatan timbang - yang “filter”-nya tidak jalan. Mobil truk dengan selusin ban dan muatan puluhan ton lolos dengan hening seletah “diperiksa”. Ini indikasi bahwa sebagai pembayar pajak kendaran, kita tidak bisa melihat adanya hubungan antara organisator penarik pajak kendaran dengan organisator pemelihara jalan raya. Mereka tidak saling kenal. Ampun, ampun, ampun. Kemudian, kini kendaran di jalanan makin banyak. Regulasi kemudahan pembelian kendaran lewat kredit dan tersedianya kendaran-kendaraan baru yang murah mendorong kondisi tersebut. Akibatnya, ketika di jalan rusak, kita kesusahan memilih jalan yang mulus  karena kendaran dari depan dan belakang kita sering ngotot memaksa lewat, kita dipepet ke luar aspal atau dipaksa melewati jalan berlubang.

Selama belum mencapai titik temunya antara keinginan konsumen akan motor matik ber-ground clearance memadai dengan persepsi pabrik tentang motor yang harus diproduksinya, selama penarik pajak kendaraan dan pemelihara jalan tidak seatap, . . . tidak ada yang bisa kita harapkan untuk berkendaraan dengan nyaman. Kita harus berjuang sendiri-sendiri menghadapi jalan rusak. Apa lagi di saat kita mau pergi ke sana ke mari tidak punya pilihan selain dengan menggunakan motor yang kita miliki.  

Setahun kemudian muncul X-Ride. Dikira TTX Thailand ini tidak akan masuk tanah air. Kalau saja bisa menunggu. Hadeuh, nasi sudah jadi bubur ! Makan saja daripada jual bubur beli lontong. Mending saya bumbui bubur ini biar enak.

Inilah catatan perjuangan saya meng-up grade Mio J saya agar ber-ground clearance tinggi dan bersuspensi empuk untuk melayani jalan di Indonesia yang selalu buruk.

Sesuai dengan budget yang saya miliki, saya awali dengan mengganti shock absorber belakang Mio J dengan shock absorber X-Ride yang katanya lebih tinggi dan lebih empuk karena dirancang untuk dual poepose dan dengan harapan tidak terlalu banyak yang harus disesuaikan, karena masih keluarga matik Yamaha. Saya kira ini pas dengan kebutuhan saya tanpa harus menukarkan motornya. Tgl 13 Peb 2014 saya memesan shock absorber belakang X-Ride ke beres Yamaha C, beres lainya lagi di kotaku, dengan DP Rp. 100.000. Menurut beres tersebut harganya Rp. 274.000.

Tanggal 19 Pebruari 2014 saya menerima SMS bahwa barangnya sudah datang. Ternyata yang datang ulirnya berwarna merah. Harganya lebih mahal yaitu Rp. 282.000. Yang Rp. 274.000 itu ulirnya putih katanya. Tidak masalah, teruskan saja, karena memang pemesanan shock tersebut tidak detil sampai ke masalah warna ulirnya.

Saat itu, mekanik menyatakan baru pertama kali melakukan ini. Saya beri semangat bahwa tidak masalah. Ia lepas bagian bawah jok sampai tangki. Kemudian melepas shock absorber belakang Mio J.


Saat disandingkan, secara kasat mata panjang shock dan ukuran diameter ulir shock absorber belakang Mio J dan X-Ride berbeda. Shock X-Ride lebih panjang dan diameter ulirnya lebih besar. Kami waswas jangan-jangan ada yang harus dibobok.

Shock  absorber belakang Mio J  


Shock absorber belakang X-Ride                 


Pada saat pemasangan, ada beberapa catatan  :
1.  Bos pada shock absorber X-Ride lebih kecil daripada milik Mio J sehingga tidak masuk ke baud dudukan bagian atas.
Solusinya memasang (menukar) dumper karet dan bos milik Mio J pada shock absorber X-Ride. Langkah yang ditempuh :
    Melepas bos dan dumper karet shock absorber Mio J.
    Melepas bos dan dumper karet shock absorber X-Ride .
    Membiarkan satu ring (WASHER, PLATE) terpasang pada baud dudukan sasis.
 Memasang shock absorber X-Ride (yang belum berbos dan belum berdumper, agar mudah memasangnya) pada dudukan sasis dan dudukan mesin.

Sedangkan parts no. 2 ( BOLT, FLANGE), 3 (NUT), 4 (WASHER, PLATE), dan 5 (WASHER, PLATE) masih menggunakan punya Mio J.

2.   Ketika pemasangan shock X-Ride miring, maka lobang shock bagian atas (kepala shock) tidak bisa ngepas dengan baud dudukan bos di sasis sehingga ulir bergesekan dengan box filter udara dan lobang plastik spatbor. Mekanik sempat menyatakan bahwa lobang plastik spatbor yang di bawah jok perlu diperbesar dg digergaji supaya longgar. Saya ingat di browsingan (http://cicakkreatip.com/2013/08/01/mengganti-shock-absorber-belakang-mio-j-dengan-miliknya-x-ride-ground-clearance-lebih-tinggi/) tidak ada yang harus dikorek, lalu saya bantu meluruskan / menegakkan posisi shock dengan mengangkat sasis sehingga lobang shock bagian atas masuk baud dan lobang baud di mesin plek dengan lobang shock bagian bawah. Nah PNP !
3.      Kemudian pemasangan parts kecil-kecilnya, urutan yang mudah :
   Pasang dumper karet dan bos punya Mio J pada shock absorber X-Ride yang sudah berada pada sasis.
    Pasang ring (WASHER PLATE) satu lagi, sekalian pasang dan kencangkan mur (NUT) di sasis.
    Pasang dan kencangkan baud (BOLT, FLANGE) yang menyatukan absorber X-Ride dengan mesin.

4.     Dicoba dienjot-enjot. Hasilnya sempurna. Ulir tidak bergesekan baik dengan box filter udara (berjarak 1-2 mm) maupun dengan lobang spatbor. 



Ongkos resmi ganti shock ini Rp. 15.000. Karena mekaniknya mau diajak eksperimen, dan saya puas, kebetulan uangnya ada, saya tambah dia Rp. 10.000 saat mau pulang.

Hasilnya :
    Posisi box CVT menjadi miring, karena terdorong ke bawah oleh shock absorber X-Ride yang lebih tinggi.
   Tempat duduk makin tinggi, sehingga pengendara yang bertubuh kurang tinggi harus menjinjit sasat berhenti.
       Ground clearance bertambah tinggi, yang semula 130 mm bertambah sekitar 22 mm menjadi  ± 152 mm.
       Saat distandar tengah, ban belakang jadi dekat dengan tanah (± 0,5 cm lagi).
       Saat ditandar samping motor jadi sangat miring ke kiri (bisa jatuh).
       Motor jadi agak nungging, sehingga saat dikendarai badan agak bungkuk.
    Saat dikendarai suspensi terasa jadi empuk dan agak memantul-mantul. Mungkin begitu sensasi shock dual purpose, aneh rasanya. Setelah dibiasakan, ya terbiasa.